Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.
Orangtua perlu secara bertahap melepaskan anak untuk membuatnya lebih mandiri dan tidak terlalu tergantung pada orangtua. Ayah dan ibu bisa memulainya dengan mengurangi menggendong anak walaupun cara ini memang memberikan rasa aman. Selanjutnya, anak bisa belajar mandiri sesuai tahapan usia.
Menurut dokter spesialis kesehatan jiwa, dr Erlina Sutjiadi, SpKJ, orangtua perlu mengetahui kapan masanya menggendong anak untuk memberikan rasa aman dan kapan sudah mulai melepaskannya secara bertahap. Ini hanya salah satu contoh saja memulai tahapan kemandirian anak.
“Anak yang baru lahir sangat bergantung kepada ibu dan ayahnya, dengan menggendongnya akan memberikan rasa aman. Namun jika usia empat tahun masih digendong, ini perilaku yang salah,” jelas dr Erlina, saat talkshow bertema “Healthy Protection Inside & Out” dalam acara Mother & Baby Fair 2010 di Balai Kartini Jakarta, Minggu (1/8/2010) lalu.
Melepaskan anak agar tidak terlalu bergantung kepada orang lain untuk menumbuhkan kemandirian, dilakukan dalam beberapa tahapan sesuai perkembangan dan usia anak:
Masa membangun rasa percaya, usia 0-1,5 tahun
Bayi yang baru lahir sangat membutuhkan perhatian ayah ibunya, namun bukan berarti orangtua bebas menggendongnya 24 jam. Melatih kemandirian anak sebaiknya dimulai pada masa ini. Prinsipnya, saat bayi membutuhkan pastikan Anda ada di sampingnya, meskipun bukan berarti harus menggendongnya.
“Saat tidak nyaman, karena lapar atau popok basah, bayi membutuhkan perhatian. Ibu atau bapaknya bisa menggendongnya untuk memberikan rasa aman kepada bayi,” jelas dr Erlina.
Begitupun saat bayi mulai belajar makan makanan padat setelah ASI eksklusif selama enam bulan. Mengajarkan anak untuk memulai kebiasaan baru perlu dilakukan dengan tahapan dan perlahan. Saat memberi makanan padat, misalnya, lakukan perlahan dan jangan dipaksakan. Mulai dengan mencicipi, berikan dengan membangun ikatan ibu dan anak, bukan sekadar mengejar target makanan habis termakan.
Pada masa ini anak akan belajar membangun rasa percaya, merasa diperhatikan, dan mengetahui orangtuanya akan selalu ada saat ia membutuhkannya. Semakin bertambahnya usia, tujuh bulan misalnya, anak memasuki masa individuasi, yakni belajar melepaskan ikatan ibu dan anak secara pelan-pelan. Anak mulai belajar berjalan, lebih mandiri, tidak lagi bergantung penuh dengan orang tuanya (dengan digendong, misalnya). Tradisi tedhak siten pada masyarakat Jawa memiliki makna yang sama dengan masa individuasi ini.
Otonomi diri, usia 1,5-3 tahun
Peran orangtua adalah mendampingi, namun berikan juga kesempatan anak untuk berekplorasi. Karena pada usia inilah rasa ingin tahu anak mulai tinggi. Meski begitu, memberikan kebebasan kepada anak bukan berarti tanpa aturan. Anak perlu diajarkan nilai baik dan buruk agar anak mengerti batasan dari kebebasannya bereksplorasi.
Saat makan, misalnya, ajarkan anak mandiri dengan menggunakan alat makan sendiri, jangan terus disuapi. Persoalannya, terkadang orangtua tak sabar dan inginnya anak cepat menghabiskan makanan atau tidak ingin tangan atau bajunya kotor. Padahal pada masa ini anak ingin menunjukkan dirinya. Jadi sebaiknya jangan berikan bantuan berlebihan. Sesuaikan dengan kebutuhannya saja.
Mengembangkan inisiatif, usia 3-5 tahun
Mengajarkan kemandirian perlu dilakukan sejak dini, bukan ketika anak sudah memasuki masa sekolah. Mulai usia tiga tahun, misalnya, anak sudah bisa diajarkan untuk mengenakan baju sendiri. Ajarkan juga untuk menyimpan baju kotor pada tempatnya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, anak belajar mendisiplinkan dirinya dan melakukan berbagai hal yang nantinya akan dilakukannya sendiri.
Dengan cara pembelajaran ini, anak juga mulai belajar berinisiatif melakukan tugasnya. Membersihkan kamar menjadi tahapan berikutnya saat sudah mulai bertambah usianya. Kebiasaan baik yang diajarkan sejak dini akan menumbuhkan karakter yang lebih mandiri di kemudian hari.
Menurut dr Erlina, tiga fase pertama inilah yang paling penting untuk pengembangan kepribadian anak. Dengan memiliki dasar yang kuat, anak mempunyai mental lebih kuat dan membangun kepercayaan diri dan kemandirian.
Dengan demikian, ketika memasuki tahapan produktif usia 6-12 tahun, anak sudah memiliki kebiasaan positif dan perilaku mandiri. Begitupun saat pembentukan identitasnya pada usia 12-18 tahun. Anak yang berkarakter mandiri dengan kepercayaan diri yang ditumbuhkan sejak lahir, akan mampu membangun identitas dirinya lebih positif.
Semoga bermanfaat, wassalam.
kompas.com
Orangtua perlu secara bertahap melepaskan anak untuk membuatnya lebih mandiri dan tidak terlalu tergantung pada orangtua. Ayah dan ibu bisa memulainya dengan mengurangi menggendong anak walaupun cara ini memang memberikan rasa aman. Selanjutnya, anak bisa belajar mandiri sesuai tahapan usia.
Menurut dokter spesialis kesehatan jiwa, dr Erlina Sutjiadi, SpKJ, orangtua perlu mengetahui kapan masanya menggendong anak untuk memberikan rasa aman dan kapan sudah mulai melepaskannya secara bertahap. Ini hanya salah satu contoh saja memulai tahapan kemandirian anak.
“Anak yang baru lahir sangat bergantung kepada ibu dan ayahnya, dengan menggendongnya akan memberikan rasa aman. Namun jika usia empat tahun masih digendong, ini perilaku yang salah,” jelas dr Erlina, saat talkshow bertema “Healthy Protection Inside & Out” dalam acara Mother & Baby Fair 2010 di Balai Kartini Jakarta, Minggu (1/8/2010) lalu.
Melepaskan anak agar tidak terlalu bergantung kepada orang lain untuk menumbuhkan kemandirian, dilakukan dalam beberapa tahapan sesuai perkembangan dan usia anak:
Masa membangun rasa percaya, usia 0-1,5 tahun
Bayi yang baru lahir sangat membutuhkan perhatian ayah ibunya, namun bukan berarti orangtua bebas menggendongnya 24 jam. Melatih kemandirian anak sebaiknya dimulai pada masa ini. Prinsipnya, saat bayi membutuhkan pastikan Anda ada di sampingnya, meskipun bukan berarti harus menggendongnya.
“Saat tidak nyaman, karena lapar atau popok basah, bayi membutuhkan perhatian. Ibu atau bapaknya bisa menggendongnya untuk memberikan rasa aman kepada bayi,” jelas dr Erlina.
Begitupun saat bayi mulai belajar makan makanan padat setelah ASI eksklusif selama enam bulan. Mengajarkan anak untuk memulai kebiasaan baru perlu dilakukan dengan tahapan dan perlahan. Saat memberi makanan padat, misalnya, lakukan perlahan dan jangan dipaksakan. Mulai dengan mencicipi, berikan dengan membangun ikatan ibu dan anak, bukan sekadar mengejar target makanan habis termakan.
Pada masa ini anak akan belajar membangun rasa percaya, merasa diperhatikan, dan mengetahui orangtuanya akan selalu ada saat ia membutuhkannya. Semakin bertambahnya usia, tujuh bulan misalnya, anak memasuki masa individuasi, yakni belajar melepaskan ikatan ibu dan anak secara pelan-pelan. Anak mulai belajar berjalan, lebih mandiri, tidak lagi bergantung penuh dengan orang tuanya (dengan digendong, misalnya). Tradisi tedhak siten pada masyarakat Jawa memiliki makna yang sama dengan masa individuasi ini.
Otonomi diri, usia 1,5-3 tahun
Peran orangtua adalah mendampingi, namun berikan juga kesempatan anak untuk berekplorasi. Karena pada usia inilah rasa ingin tahu anak mulai tinggi. Meski begitu, memberikan kebebasan kepada anak bukan berarti tanpa aturan. Anak perlu diajarkan nilai baik dan buruk agar anak mengerti batasan dari kebebasannya bereksplorasi.
Saat makan, misalnya, ajarkan anak mandiri dengan menggunakan alat makan sendiri, jangan terus disuapi. Persoalannya, terkadang orangtua tak sabar dan inginnya anak cepat menghabiskan makanan atau tidak ingin tangan atau bajunya kotor. Padahal pada masa ini anak ingin menunjukkan dirinya. Jadi sebaiknya jangan berikan bantuan berlebihan. Sesuaikan dengan kebutuhannya saja.
Mengembangkan inisiatif, usia 3-5 tahun
Mengajarkan kemandirian perlu dilakukan sejak dini, bukan ketika anak sudah memasuki masa sekolah. Mulai usia tiga tahun, misalnya, anak sudah bisa diajarkan untuk mengenakan baju sendiri. Ajarkan juga untuk menyimpan baju kotor pada tempatnya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, anak belajar mendisiplinkan dirinya dan melakukan berbagai hal yang nantinya akan dilakukannya sendiri.
Dengan cara pembelajaran ini, anak juga mulai belajar berinisiatif melakukan tugasnya. Membersihkan kamar menjadi tahapan berikutnya saat sudah mulai bertambah usianya. Kebiasaan baik yang diajarkan sejak dini akan menumbuhkan karakter yang lebih mandiri di kemudian hari.
Menurut dr Erlina, tiga fase pertama inilah yang paling penting untuk pengembangan kepribadian anak. Dengan memiliki dasar yang kuat, anak mempunyai mental lebih kuat dan membangun kepercayaan diri dan kemandirian.
Dengan demikian, ketika memasuki tahapan produktif usia 6-12 tahun, anak sudah memiliki kebiasaan positif dan perilaku mandiri. Begitupun saat pembentukan identitasnya pada usia 12-18 tahun. Anak yang berkarakter mandiri dengan kepercayaan diri yang ditumbuhkan sejak lahir, akan mampu membangun identitas dirinya lebih positif.
Semoga bermanfaat, wassalam.
kompas.com
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar