Panduan dan Tips Praktis Edukasi Dunia Anak agar lebih imajinatif, cerdas dan kreatif bersama Mind Mapping, Glenn Doman, Multiple Intellegence, Brain Games, Memory, Dongeng, Cerita, Puisi, Gambar, Kartun Lucu, dan lainnya.

Kumpulan Game Kreatif, Brain Games, Brain Test

Selasa

Kapan Sih Waktu Yang Tepat Perkenalkan Gadget Smartphone Ke Anak Kita?

Assalamualaikum salam cerdas kreatif,

Kita sebagai otang tua pastinya sudah tahu kalai pengaruh gadget/smartphone samgat besar pada perkembangan anak-anak kita di zaman sekarang. Tentunya, bagi orang tua yag menerapkan aturan bijak mengenalkan gadget pada anak dapat berpengaruh positif sebagai media pembelajaran yang menyenangkan. Sedangkan di lain sisi penggunaan yang terlalu sering dan membuat anak kita ketergantungan sehingga hanya menginginkan bermain dengan gadget saja, sehingga efek negatifnya akan membuatnya menjadi anak yang anti sosial, cenderung tertutup dan tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

Dalam menyikapi perkembangan teknologi saat ini termasuk gadget ada baiknya, kita sebagai otang tua mengetahui waktu yang tepat dalam pemberian gadget pada anak-anak kita. Kapan??? .... Dalam pemberian gadget dapat disesuaikan dengan perkembangan usia anak kuta, musalnya pada usia 5 tahun anak dapat diperkenalkan warna, bentuk dan juga suara.Tentu saja pada usia ini juga anda harus mampu membatasinya pemakaian gadget sehingga fungsinya tetap dapat membantu orang tua untuk mengedukasi anaknya.

Selain itu pertimbangan selanjutnya pada usia 5 tahun perkembangan otak anak sudah optimal apabila diberikan rangsangan sensorik secara langsung berbeda dengan anak di bawah usia 5 tahun yang diberi gadget akan berdampak berkelanjutan apalagi bila tidak didampingi oleh orang tua ... sehingga akan berdampak pada kurangnya interaksi dengan lingkungannya.

Pada otak bagian depan memiliki fungsi untuk memberikan perintah untuk menggerakkan anggota tubuh sedangkan pada bagian belakang terdapat penggerak sehingga apabila dapat merangsang hormon endorfin yaitu pusat kesenangan dan kenyamanan maka akan membuat anak kecanduan bermain dengan gadget yang terpola sejak awal perkembangan anak-anak kita.

Nah bagi orang tua yang yang mempunyai anak berusia kurang dari 2 tahun disarankan tidak mengenalkan terlebih dahulu permainan dari jenis layar monitor seperti laptop, komputer tablet atau PC. Hal sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh The American Acedemy of Pediatrics yang dapat dijadikan acuan  bahwa idealnya anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya terbebas dengan permainan yang melibatkan layar monitor. Dikarenakan dampak yang negatif dari pemberian gadget adalah kondisi kesehatan mata selain itu  radiasi dari beberapa ponsel atau tablet PC akan mengganggu perkembangan otak anak anda.

Selain memperkenalkan gadget, terkadang orang tua juga bertanya tanya-tanya loh ... kapan sih waktu yang tepat untuk memberikan kepemilikan gadget pada anak?. Pemberian hak untuk memiliki gadget pribadi pada anak harus anda pertimbangkan usia anak anda.

Dari hasil penelitian yang dilansir dalam situs Cashinyourgadgets.co.uk menemukan ... bahwa:  13% orang tua memberikan gadget pada anak berusia 10 tahun sedangkan persentase terbanyak yaitu pada usia 13 tahun ke atas sekitar 45%. Hal ini dapat menjadi acuan pada orang tua bahwa pemberian kepemilikan gadget sebaiknya tidak terburu-buru akan tetapi pertimbangkan kesiapan anak anda untuk mengikuti aturan main dalam penggunaan gadget tersebut.

Terhadap anak yang sudah diperkenalkan dan memiliki gadget sebaiknya memiliki batasan waktu dalam menggunakan gadget. Buatlah aturan hanya menggunakan gadget tidak lebih dari dua jam dalam satu hari untuk anak usia 5 tahun. Berikan pengertian dan juga pengawasan dalam penggunaan gadget apalagi pada usia anak anda 5 tahun. Setelah usia anak anda pra remaja anda dapat memberikan pengawasan seminggu sekali dan memberikan pengertian bahaya dari penggunaan gadget yang berlebihan yang mengakibatkannya terasing dengan lingkungan sosialnya.

Semoga bermanfaat yaa :)

Daru berbagai sumber
baca selengkapnya- Kapan Sih Waktu Yang Tepat Perkenalkan Gadget Smartphone Ke Anak Kita?

Menyikapi Anak Yang Ngambek



Assalamualaikum salam cerdas kreatif,

Sebagai orang tua, apa yang akan kita lakukan???, bila tiba-tiba anak anda ngambek gara-gara ingin mendapatkan suatu barang yang diinginkannya tidak terpenuhi. Mungkin perasaan anda tidak enak karena pasti orang akan mengira anda tidak becus mengurus anak. Daripada ribut, akhirnya Anda pun mengalah, meluluskan permintaan si kecil.

Menurut psikolog anak, Dr. Seto Mulyadi, orangtua tak perlu malu bila anaknya tiba-tiba bertingkah tak menyenangkan di depan umum. Toh, orang lain pun tahu kalau ini bukan masalah orangtua, tapi masalah anak-anak. “Justru yang perlu diupayakan adalah menenangkan si anak agar tak lebih lama mengganggu ketenangan umum. Dengan tegas, angkatlah ia dan ajak pulang. Pengalaman saya, tatap mata anak dan ajak ia pulang. Jangan tatap anak dengan kesal atau memelototinya, ia akan tahu itu dan akan makin keras mengamuk,” terang Doktor Psikologi lulusan Program Pasca Sarjana UI ini. Kata Seto, lebih baik tatap mata si anak dengan penuh kasih. Ia akan mengerti, ibu atau ayahnya tetap menyayanginya dan permintaannya bisa dibicarakan di rumah.

JADI SENJATA
Yang jelas, wajar jika anak kecil gampang meledak atau ngambek. Terlebih anak usia di atas 2 tahun. Saat itu ia sudah dapat mengekspresikan kemarahan, kekecewaan, atau kecemasannya. “Untuk anak yang berusia di bawah 2 tahun, sangat gampang mengalihkannya. Misalnya saat ia ngambek, kita tunjukkan cicak di dinding. Atau tunjukkan ia gambar,” bilang Seto. Lain hal dengan anak usia 2 tahun di mana egonya mulai tumbuh. Ia ingin orang lain mengakui keberadaannya. Dengan cara diam, tak mau berpartisipasi atau berguling- guling, ia ingin orang lain mengerti akan kehadiran “aku”-nya yang baru. Ia pun sangat mementingkan diri sendiri. Apa yang diinginkannya harus dituruti segera dan saat itu juga.
Celakanya, jika perilaku tak baik ini tak ditanggulangi dengan baik, maka akan terus berkembang hingga dewasa. “Itu sebabnya ngambek harus diwaspadai sebagai cikal-bakal berbagai tingkah negatif setelah dewasa kelak. Bisa saja kalau keinginannya tak terpenuhi, lantas minggat dari rumah,” jelas Seto.
Apalagi, anak belajar dari lingkungan. Ia akan belajar bagaimana lingkungan meresponnya. Kalau ia ngambek lalu orangtuanya menuruti kehendaknya, maka ngambek akan dijadikan senjata untuk menarik perhatian “kekuasaan” atau orangtua. Dan tingkat ngambeknya juga akan terus meningkat. Beda jika ia ngambek, masalahnya dicoba dipecahkan. Alhasil, ia tak bisa menggunakan hal itu sebagai senjata. Dengan demikian, jika ia menginginkan sesuatu, ia tak akan ngambek, tapi mengacu pada sistem.

UNGKAPAN PROTES
Yang biasanya terjadi, anak ngambek untuk mengungkapkan protesnya atas kesewenangan orangtua. Terutama pada keluarga yang komunikasinya kurang efektif. Entah karena ayah-ibu yang terlalu sibuk sehingga perhatian pada si kecil sangat kurang, atau karena orangtua terlalu otoriter dan mau menang sendiri. Orangtua selalu memaksakan kehendaknya, sehingga tak pernah mendengar hati nurani anak. “Nah, anak akan merasa diperlakukan tak adil!” tukas Seto. Misalnya saja, pada saat anak minta mainan, orangtua langsung bilang, “Tidak! Mainan kamu sudah terlalu banyak!”
Padahal mungkin saja mainan yang banyak itu dibeli atas inisiatif orangtuanya yang saat membeli, suasana hatinya sedang senang, uang lagi banyak. Padahal, bisa saja si anak sebenarnya sedang tak butuh mainan. Nah, giliran ia memerlukan, justru orangtua berkata tidak. Anak pun merasa diperlakukan tak adil. Semuanya hanya dilihat dari sudut pandang orangtua, tak melalui suatu dialog yang demokratis. Akibatnya, anak frustrasi dan perasaan itu dilampiaskannya dengan cara ngambek.

METODE ANTI KALAH
Harus bagaimanakah kita bersikap? Yang jelas, kita mesti lebih membuka diri, sehingga anak dapat melampiaskan keinginan-keinginannya secara wajar. “Jadilah pendengar yang baik,” anjur Seto. Saat kumpul bersama keluarga, misalnya, ayah dan ibu harus mau mendengar dan menerima permintaan atau keluhan-keluhan anak. Jika anak minta dibelikan buku dan stiker, misalnya, tanyakan padanya, apakah itu sebuah kebutuhan atau keinginan. “Mana yang paling perlu? Buku atau stiker?” Anak pun akhirnya belajar, mana yang penting dan tidak. Kalaupun ia ingin protes, boleh-boleh saja sepanjang diwujudkan dalam bentuk kata-kata dan bukan tingkah laku ngambek atau membanting pintu.
Tak ada salahnya anak ikut tahu kondisi keuangan ayah dan ibunya sehingga ia tahu persis, orangtua belum bisa memenuhi keinginannya. “Jadi, semuanya harus melalui dialog atau komunikasi,” tandas Seto. Cara lain untuk mengendalikan anak ngambek, adalah metode “anti-kalah” atau musyawarah dalam keluarga. “Tak ada yang kalah atau menang.” Lagi-lagi, dengan cara membuka dialog. Misalnya, “Yuk, kita bicarakan hal ini di rumah. Apa yang kamu mau, akan kita bicarakan dulu. Kalau memang diputuskan untuk dibeli, kita bisa kembali lagi besok.” Alhasil, titik temu yang memuaskan kedua belah pihak pun didapat. “Anak juga sekaligus belajar bahwa ia tak akan berhasil memenuhi keinginannya dengan cara ngambek,” kata Seto.

TENANG DAN KONSISTEN
Seto mengakui, memang bukan pekerjaan mudah mengajak bicara anak kecil yang tengah ngadat. Ia akan melawan, bersikukuh, alias mau menang sendiri. “Makanya, hadapi ia dengan sikap tenang. Kalau kita tampak panik, malu, atau marah-marah, anak malah jadi tambah bertingkah. Tenang, senyum, dan perlihatkan kita tetap menghargainya.
Nah, biasanya ngambeknya akan sedikit lumer,” papar anggota Creative Education Foundation ini. Orangtua bisa berujar, “Ibu tahu kamu kecewa, sedih. Sekarang kita pulang dulu, yuk! Nanti kita bicarakan di rumah. Ibu mau dengar apa maumu.” Lewat ucapan seperti itu, anak tahu, kita mengerti akan kemarahan atau kekecewaannya dan kita bisa menerimanya sebagai sesuatu yang wajar. “Anak juga akan sadar, ia boleh marah tapi cara marahnya harus baik. Tidak dengan berguling-guling di depan umum. Dari situ ia akan merasa dihargai,” lanjut anggota World Council for Gifted & Talented Children ini. Di sisi lain, anak juga menjadi paham, ayah atau ibunya sudah berubah. Yang biasanya marah-marah, sekarang tak begitu lagi. “Tentunya orangtua harus konsisten dengan ucapannya. Tiba di rumah, ia harus mau mendengarkan keluhan-keluhan anak dan sama-sama mencari pemecahannya,” kata Seto.

BIKIN “PERJANJIAN”
Sikap pasif orangtua saat anaknya ngambek dengan cara membiarkan atau meninggalkan anak, tak terlalu disetujui pakar psikologi anak ini. “Ada kan, orangtua yang begitu. Anaknya dibiarkan dengan harapan kemarahan anak akan reda dengan sendirinya. Padahal, justru sikap seperti itu bisa membuat anak makin kecewa dan frustrasi. Bisa saja ngambeknya kemudian dialihkan di rumah karena masalah utamanya tak diselesaikan,” tutur anggota International Council of Psychologists ini. Padahal, tutur Seto lebih jauh, tak ada salahnya orangtua bersikap sedikit “merendah” dalam arti mau mendengarkan anak. Sebaliknya, orangtua pun harus berani mengungkapkan segala perasannya secara jujur. Kalau ingin marah, ya, kemukakan saja. Misalnya, “Ibu marah, lo, kalau kamu bersikap begini. Ibu kecewa.”

Jika anak tetap sajangambek, berarti masih ada kebutuhan yang tak terpenuhi. Bisa saja orangtua belum sadar tentang hak-hak anak. Hak untuk bermain, berpartisipasi, dan didengarkan oleh lingkungannya. “Tidak jadi robot terus!” tukas Seto. Jika ia tak mendapat hak-hak tadi, “Anak akan mengalami hambatan dalam tumbuh kembangnya,” tandas peraih penghargaan The Golden Baloon Award, New York ini.

Selain itu, Seto juga menyarankan agar para orangtua bisa mengantisipasi peristiwa-peristiwa yang rawan konflik. Misalnya, kalau kemungkinan ia akan ngadat saat diajak ke mal, persiapkan sebelumnya. “Mama mau ajak kamu ke mal, tapi janji, hanya boleh minta satu barang saja. Kamu nanti mau minta apa? Stiker atau boneka? Pilih salah satu, tidak boleh lebih dari itu.” Nah, karena si kecil dilibatkan dalam perencanaannya, ia pun biasanya akan menepati janji karena merasa dirinya dihargai. Bisa juga ditambahkan dalam “perjanjian” itu, apa sanksinya jika si kecil ingkar janji. Misalnya, pada kepergian berikut, ia tak boleh ikut lagi.

HUKUMAN DAN PUJIAN
Dengan menegakkan demokrasi di rumah, anak akan terhindar dari rasa frustrasi. Sebab itulah, sejak anak bisa diajak bicara, sebaiknya biasakan diajak bicara. Anak pun akan merasa dihargai. “Kalau ia biasa dihargai, dipercaya, dan egonya diakui, maka ia akan lebih percaya diri dan tidak mudah ngambek,” kata Seto. Perlukah hukuman diberlakukan dalam hal ini? “Bisa saja, tapi bukan dalam bentuk pukulan atau cubitan. Melainkan dalam bentuk tak dipenuhinya keinginan itu. Biasanya ibu senyum, kok, kali ini tidak dan mukanya datar. Itu saja bagi anak yang peka sudah berarti hukuman,” jelas Seto. Namun, jangan lupa pula memberinya pujian jika ia berkelakuan baik dan dapat menghilangkan sifat ngambeknya.

Sumber : tabloid-nakita.com
baca selengkapnya- Menyikapi Anak Yang Ngambek

Alhamdulillah Kembali Lagi Blog Tercinta Ini



Assalamulaikum sobat2 semua, tetap salam cerdas kreatif ya :)

Alhamdulillah setelah dengan berbagai upaya dan doa yang tak kenal lelah, akhirnya bisa kembali juga blog kami yang tercinta ini. Semoga yang telah menghack akun kami diberikan hidayahNYA, aamiin.

Mohon maaf kepada semua atas kevakuman Dunia Anak Kita, InsyaAllah mulai sekarang kita bisa berbagi kembali. Terima kasih semoga Allah slalu melindungi dan memberikan hidayahNYA kepada kita semua, amin Allahummma aamiin.


baca selengkapnya- Alhamdulillah Kembali Lagi Blog Tercinta Ini

Rabu

Agar Dunia Anak Kita Cerdas dan Kreatif

Assalamualikum wr wb, salam cerdas kreatif.

Semua anak memiliki bakat untuk menjadi anak yang cerdas dan kreatif. Hanya sering karena tidak terlatih, maka kemampuan masing2 anak berbeda. Ada yang punya prestasi bagus, bakat yang terampil dll. Untuk itu kKita sebagai orang tua perlu melatih gar mereka dapat mengembangkan kemampuan anak2 tersebut. Lalu bagaimana untuk bisa melatih anak agar menjadikan dunia anak kita, dunia anak yang cerdas dan kreatif?

Berikut langkah-langkah agar dunia anak kita cerdas & kreatif :

1. Berkreasi setiap hari
Untuk menunjukkan kepedulian kita pada sang buah hati dalam berkreasi, marilah kita ajarkan buah hati kita untuk membuat sesuatu yang kreatif. Misalnya dengan menggambar, melipat kertas, bermain game ( porsi yang semestinya), bermain permainan-permaian edukatif, bernyanyi, bercerita, dan masih banyak lagi. Usahakanlah untuk bisa menemukan sesuatu yang baru dan berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh sang buah hati, sehingga anak tidak merasa bosan dan terpacu untuk lebih berpikiran kreatif.

2.Menggunakan ke dua sisi tubuh
Hal ini memang tidak lazim dilakukan. Namun bila buah hati kita kita latih sejak dini untuk melakukan hal ini, maka hal ini akan sangat bermanfaat di kemuadian hari. Bagaimana caranya? Yaitu dengan melatih anak melakukan sesuatu menggunakan kedua sisi tubuh. Hal paling sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan menggambar atau mewarnai menggunakan tangan yang biasa digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Misalnya, buah hati kita biasa menggunakan tangan kanan saat melakukan aktivitas sehari-hari (menulis, sikat gigi, makan, dll). Maka kita ajari mereka menggunakan tangan kiri saat menggambar. Akan lebih baik lagi bila dalam aktivitas sehari-hari pun mereka juga terlatih untuk menggunakan tangan yang bergantian. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk menyeimbangkan otak kanan dan kiri.

3. Memiliki tokoh yang bisa diteladani dan diidolakan

Dengan memperkenalkan banyak tokoh dunia yang telah sukses, anak-anak menjadi tahu berbagai macam kepribadian dan prestasi dari orang lain. Hal ini sangat penting. Kenapa? Karena anak-anak suka sekali meniru orang lain. Tokoh-tokoh ini bisa seorang pahlawan, penemu, rohaniwan, dan tokoh-tokoh lain yang bisa menjadi teladan buat sang buah hati. Jangan sampai buah hati kita hanya mengidolakan tokoh-tokoh kartun atau film (seperti Tom and Jerry, Superman, Batman, dll). Hal ini memang tidak dilarang, namun akan lebih baik bila tokoh-tokoh tersebut adalah seseorang yang nyata sehingga bisa menumbuhkan motovasi anak untuk meniru hal-hal yang baik di dalam diri tokoh tersbut, lalu diteladani dalam kehidupan yang nyata.

4. Meningkatkan perbedaharaan kata pada anak

Semakin tinggi perbedaharaan kata anak, maka seorang anak akan menjadi lebih mudah dalam memahami seseuatu. Misalnya pada saat membaca. Bila buah hati kita banyak mengetahui makna kata yang dia baca di dalam sebuah artikel, maka mereka akan lebih mudah memahami isi artikel yang ia baca. Dengan mengerti isi artikel yang ia baca, maka pengetahuan si kecil pun menjadi lebih luas.

5. Melatih kemapuan mendengar anak
Secara pribadi, sebagai guru bahasa Inggris, saya sering menggunakan media audio sebagai media pembelajaran anak. Misalnya, dengan menggunakan Tape dan Laoudspeaker. Alat-alat tersebut saya gunakan saat melatih kemampuan mendengar anak-anak dalam belajar bahasa Inggris. Untuk melatih penglihatan, mungkin akan lebih mudah karena pada saat melihat TV pun anak-anak sudah belajar mengerti sesuatu dengan indera penglihatan. Agar indera pendengaran bisa terlatih dengan baik, alangkah lebih baik bila kita sering-sering mengajak anak untuk mendengarkan lagu atau cerita lalu menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan lagu atau cerita tersebut (misalnya dengan cara tebak-tebakan).

6. Menggunakan warna-warni saat bermain dan belajar
Mengapa mainan anak-anak berwarna-warni? Mungkin sebagian dari kita warna-warni hanya digunakan untuk menarik minat anak-anak untuk membeli mainan yang ditawarkan. Namun sebenarnya ada fungsi lain yang lebih bermanfaat. Warna-warni yang biasa dipakai dalam mainan anak ternyata juga bisa mengaktifkan otak kanan. Jadi pada saat buah hati kita belajar menulis, menggambar, dan mewarnai, usahakan menggunakan pensil atau peralatan lain yang berwarna-warni.

7. Melatih ketelitian anak
Saat anak melihat sebuah gambar jerapah, akan lebih mudah bagi anak untuk mengatakan bahwa itu adalah seekor jerapah, daripada melihat kaki jerapah yang panjang dan meminta anak menyebutkan alasan kenapa kaki jerapah begitu panjang. Mengapa hal ini sangat penting? Karena dengan membiasakan anak untuk belajar sesuatu secara lebih mendetail atau kompleks, maka anak-anak akan menjadi lebih termotivasi untuk “mengenal secara lebih” tentang sesuatu yang sudah mereka ketahui. Sehingga kelak setelah mereka dewasa, mereka tidak hanya tertarik untuk menggunakan sesuatu yang telah ada, namun menemukan hal-hal baru lain tentang sesuatu yang pernah ia pakai dan menciptakan sesuatu yang baru lewat sesuatu yang telah ada (semoga bahasanya bisa dipahami).

8. Memberikan liburan yang kreatif
Liburan yang kreatif tidak harus mahal, namun yang terpenting adalah sesuai dengan minat anak. Hal ini bahkan bisa dilakukan di rumah. Misalnya dengan berkebun, mendekorasi rumah, membuat kreasi pernik-pernik, dan masih banyak lagi. Bila perlu kita juga mengajak anak berlibur di luar rumah, misalnya ke tempat wisata yang memiliki permainan outbound. Anak-anak aktif biasanya akan menyukai hal ini, karena segala “emosi dan jiwa” mereka bisa tersalurkan dengan baik. Selain itu, dari pembinaan kakak outbound, anak akan mendapatkan banyak pelajaran tentang arti kerjasama, toleransi, sosialisasi, dan lain-lain. Anak aktif juga harus memiliki moral dan etika yang baik kan? Selain itu diperlukan juga….

9. Jangan terlalu serius dalam mendidik
Suasana keluarga yang terlalu serius dan kaku, biasanya juga kurang mendukung kreatifitas anak untuk bisa berkembang. Gurauan dan humor-humor kecil sangatlah penting di dalam sebuah keluarga. Kita bisa mengajak buah hati kita bercanda pada saat-saat santai, membacakan cerita humor, menceritakan pengalaman sehari-hari yang lucu, dan masih banyak lagi cara lain yang bisa membuat anak merasa rileks saat bertemu dengan orang tuanya. Hal ini juga akan membuat anak merasakan suka cita saat berada di dalam rumah, sehingga anak-anak kita pun bisa lebih ekspresif terutama yang berhubungan dengan kreatifitas yang dia minati dan bakat yang dimiliki.

10. Melatih kemampuan otak kanan

Dengan mengajak anak-anak bernyanyi, berpuisi, menggambar, dan berbagai macam kegiatan kreatif lainnya, kemapuan otak kanan akan bekerja dengan lebih optimal. Di sekolah, biasanya anak-anak akan lebih cenderung menggunakan otak kiri, dan bila kemampuan otak kanan dan kiri bisa bekerja dengan baik dan seimbang, maka anak-anak tidak hanya akan berpeluang mendapatkan prestasi di bidang akademisa saja, melainkan bisa meraih prestasi-prestasi di bidang yang lain, misalnya kesenian.

Wassalam,

sumber: http://forum.kompas.com/keluarga/40115-menstimulasi-kreatifitas-anak-secara-kreatif.html
baca selengkapnya- Agar Dunia Anak Kita Cerdas dan Kreatif

Sabtu

Liburan Di Rumah Juga Menyenangkan

Liburan di rumah bisa menjadi sangat menyenangkan jika didisi dengan kegiatan bermanfaat. Liburan di rumah juga hemat karena tidak terlalu mengeluarkan biaya atau hanya mengeluarkan sedikit saja.
  • Melakukan Hobi
    Anda hobi menonton film, membaca novel atau buku, memasak, memancing atau hobi bermain futsal yang biasanya tidak sempat dilakukan waktu bekerja atau kuliah. Inilah saatnya.
  • Mencoba Hal Baru: Memasak (bagi yang tidak hobi memasak)
    Mencoba berbagai hal baru di rumah? Kenapa tidak? Banyak hal yang bisa dilakukan seperti memasak atau mencoba ketrampilan lainnya. Siapa tahu Anda menemukan bakat baru Anda seperti membuat kue misalnya? Atau ternyata masakan Ayam Semur Anda sangat enak? Bagi Anda yang terbiasa bekerja atau mahasiswa, memasak adalah hal yang tidak umum dilakukan karena menyita waktu. Nah, di liburan yang panjang ini, Anda bsia belajar memasak. Berbagai acara masak-masak di TV dapat menjadi rujukan untuk Anda dalam berkreasi di dapur. Memasak juga tidak terbatas pada perempuan, justru banyak ‘chef’ laki-laki yang terkenal. Resep bisa dicari online atau majalah. Tinggal memasak saja!
  • Bekerja paruh waktu atau magang sementara
    Bekerja paruh waku tidak identik dengan kebutuhan tambahan penghasilan, meskipun kebanyak orang bekerja paruh waktu untuk uang. Anda tipe pekerja keras dan menikmati pekerjaan? Beberapa orang menganggap bekerja itu menyenangkan sehingga bagi mereka bekerja serasa liburan. Maka ketika libur justru ingin bekerja! Hal itu sama sekali tidak ada salahnya. Ketika kesempatan untuk bekerja paruh waktu atau magang ada, tidak ada salahnya dicoba. Hal yang paling menguntungkan adalah Anda bisa mendapatkan penghasilan tambahan dan mencoba pengalaman bekerja yang berbeda. Bagi mahasiswa, magang adalah kegiatan yang sangat bermanfaat karena Anda akan menghadapinya nanti setelah lulus, apalagi kalau sampai Anda digaji. Pengalaman magang juga menambah poin tersendiri di CV Anda!
Selamat menikmati liburan Anda!
baca selengkapnya- Liburan Di Rumah Juga Menyenangkan

Senin

Apa Sih Tujuan dan Manfaatnya Ujian Nasional (UN) ??

Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.

Sangat dirasakan bahwa anak bangsa setiap tahun akan merasakan kekuatiran akan UN, bukan saja siswa, guru, orang tua dan pengelola sekolah sendiri. Kekuatiran yang dialami sangat wajar karena dapat menentukan masa depan akan lebih baik atau lebih suram.

Jika disimak dengan baik, hasil UN saat ini belum memberikan manfaat bagi siswa maupun guru dan pihak sekolah selain kekuatiran dan kegelisahan bahkan keputus asahan yang terjadi, karena dengan hasil UN yang diuji akan menentukan nasib belajar selama 6 - 9 - 12 tahun disekolah.

Seolah-olah jerih payah guru dan sekolah ditentukan uji materi beberapa pelajaran yang diujikan dalam UN. Apakah kemampuan seorang anak hanya ditentukan beberapa materi uji itu saja kah ? Adilkah itu bagi siswa, bagi guru, sekolah maupun orang tua ?

Menyimak dan meneliti UN yang diadakan di luar negeri, lebih hanya pada mengukur kualitas hasil didik sekolah disetiap kota / propinsi atau secara national. Untuk dilihat / dinilai / diukur kemampaun rata-rata secara kota / daerah atau nasional. Kemudian diambil kebijaksaan pemerintah setelah dievaluasi dengan cermat, mencari solusi terbaik meliputi metode / kurikulum / sarana - prasarana untuk dibuatkan kebijaksanaan kedepan dalam meningkatkan kualitas guru / sekolah yang semuanya berdampak pada siswa.

Jadi sama sekali tidak menentukan siswa untuk bisa lulus dari ujian melalui UN. Melainkan sebagai data yang akurat kualitas sekolah, ranking sekolah disetiap kota / daerah maupun secara nasional. Dengan data yang transparan ini semua pihak bisa mencerminkan dirinya apakah sudah memenuhi syarat sebagai sekolah yang baik atau apa yang dirasa perlu untuk ditingkatkan terus.

Tanpa kesulitan yang berarti, masyarakat akan menjadi penentu mana sekolah yang baik , mana yang tidak baik. Orang tua akan dengan mudah membaca bahwa anaknya berada di ranking apa jika diukur dalam sekota, se daerah atau secara nasional.

Jika UN jelas sasarannya, maka pemerintahpun akan mudah menentukan kebijaksanaan yang tepat guna, tidak lagi menghamburkan uang yang tidak ada manfaatnya, seperti UN susulan sebagai hiburan bagi yang tidak lulus, secara psikologis tidak ada manfaat apa-apa bukan ? Karena bobotnya sudah berbeda. Semua juga tahu bahwa siswa ini lulus karena susulan, realita ini tidak bisa disembuhkan hanya karena UN susulan dan lulus, effek psikologisnya terlalu besar saat ia mendaftar universitas, hampir universits yang baik akan tertutup bagi dirinya.
baca selengkapnya- Apa Sih Tujuan dan Manfaatnya Ujian Nasional (UN) ??

Sabtu

Kisah Minggu Ini : "Bunga Cantik untuk Ibu"

Assalamualaikum wr wb, salam cedas kreatif.

Alkisah, ada seorang Ibu yang tidak sengaja menabrak seorang pejalan kaki ketika sedang berjalan di trotoar. "Oh, maaf," kata sang Ibu.

Jawab si pejalan kaki itu, "Maafkan saya juga. Saya tak memperhatikan Anda." Mereka berdua bersikap sangat sopan. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanannya masing-masing.

Namun ketika tiba di rumah, berlangsung kisah yang berbeda. Betapa berbedanya sang Ibu dalam memperlakukan seorang yang sangat dikasihinya.

Menjelang malam hari, saat sang Ibu sibuk memasak makan malam, anak perempuan satu-satunya berdiri diam di sampingnya. Ketika berbalik badan, sang Ibu nyaris saja menabrak anaknya. Karena terkejut, sang Ibu menjadi jengkel. "Menyingkir sana. Jangan berdiri di situ," kata sang Ibu dengan raut muka yang berkerut. Sang anak pun meninggalkan dapur, dengan hati yang sedikit terluka. Sang Ibu sungguh tak menyadari betapa kasar caranya berbicara tadi.

Ketika sang ibu berbaring di tempat tidur, suara hatinya berbicara, "Ketika berhadapan dengan seorang yang tak dikenal, kau bersikap sangat santun. Tapi kau malah memperlakukan anak yang kaucintai dengan kasar. Coba kau lihat lantai dapurmu, akan kautemukan serangkai bunga di dekat pintu. Itu bunga yang dibawakan anakmu untukmu. Dia memetiknya sendiri bunga yang berwarna-warni cerah itu. Anakmu berdiri diam di dekatmu agar tidak merusak kejutannya, dan kau tak pernah melihat airmatanya."

Dengan segera sang Ibu menuju dapur dan di lantai masih tergeletak bunga berwarna merah muda, kuning, dan biru. Saat itu, sang Ibu merasa sangat menyesal. Airmatanya mulai mengalir. Lalu diam-diam, ia masuk ke kamar sang anak dan dengan perlahan duduk di tepi tempat tidurnya. "Bangun sebentar, anakku," kata sang Ibu. "Bunga ini kau petik untuk Ibu?"

Sang anak tersenyum meski matanya masih terlihat mengantuk, "Aku menemukannya, di dekat pepohonan. Aku petik karena bunganya cantik, sama seperti Ibu. Aku tahu Ibu pasti menyukainya, terutama yang biru."

Mendengar jawaban itu, sang Ibu semakin merasa bersalah, "Anakku, maafkan Ibu karena Ibu sudah kasar padamu tadi. Seharusnya aku tak meneriakimu seperti itu." Sang anak menjawab, "Oh, Ibu, nggak apa-apa, kok. Aku tetap sayang pada Ibu."

"Ibu juga sayang padamu. Dan aku memang suka bunga-bunga ini, terutama yang biru."

Tanpa kita sadari, cerita di atas juga sering kita alami sendiri. Betapa kita bisa bersikap sangat sopan dan santun dalam berbicara kepada orang lain, yang baru kita kenal sekalipun, namun semua itu langsung berubah begitu kita menghadapi anggota keluarga kita, atau kerabat, atau sahabat, atau orang-orang dekat kita.

Mari, jadikan kisah ini sebagai "batu pijakan pertama" kita untuk mengubah kebiasaan tidak baik itu, agar ke depannya kita bisa lebih menjaga sikap dan perkataan kita kepada siapa pun yang kita temui.

Semoga bermanfaat, selamat berlibur :)

Penulis : Tim AndrieWongso
baca selengkapnya- Kisah Minggu Ini : "Bunga Cantik untuk Ibu"

Jumat

Yuk .. Kita Didik Anak Tanpa Kekerasan

Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.

MASIH banyak anggapan bahwa anak adalah komunitas kelas bawah, yang merupakan pribadi-pribadi kecil dan lemah yang seolah sepenuhnya harus berada dibawah kendali kekuasaan orang dewasa, sehingga berakibat orangtua pun merasa berhak melakukan apa saja terhadap anak.

Paradigma yang keliru tersebut kini terus berkembang, sehingga baik di rumah maupun di sekolah banyak diajarkan bahwa anak-anak harus menurut sepenuhnya kepada orang tua, guru, atau orang dewasa yang lain. Sikap anak tidak boleh membantah, mengkritik, apalagi melawan tanpa adanya penjelasan secara terperinci dalam situasi bagaimana hal itu seharusnya dilakukan.

Alfie Kohn (2006) menemukan banyak kasus terjadinya tindak kekerasan, penindasan, dan perlakuan diskriminatif terhadap anak. Anehnya, sikap perlakuan tersebut dianggap sebagai suatu hal yang wajar bahwa seolah-olah mendidik anak memang harus dilakukan dengan kekerasan. Padahal mengasuh anak merupakan tugas yang teramat mulia, karena anak adalah anugerah ilahi dan amanah yang patut kita jaga.

Cara pandang yang keliru tersebut harus diubah sesuai paradigma baru dengan pola pengasuhan anak yang benar. Apabila orangtua menginginkan munculnya pribadi-pribadi unggul di masa depan, diharuskan kepada orang tua dan pendidik untuk menghentikan berbagai kekerasan terhadap anak atas nama pendidikan. Sebab pendidikan tidak identik dengan kekerasan dan tidak sekedar memberikan instruksi atau komando, melainkan harus memberikan hati dan jiwa kedewasaan yang sarat dengan cinta dan kasih sayang.

Sebagai seorang psikolog terkemuka Amerika Serikat, Alfie Kohn memaparkan bagaimana cara mencintai anak. Karena apa yang mereka lakukan (cinta bersyarat) atau mencintai anak karena siapa mereka (cinta tidak bersyarat). Cinta bersyarat artinya, anak-anak harus mendapatkannya dengan bertindak dalam cara-cara yang kita anggap tepat atau melakukan sesuatu dengan standar kita. Cinta tidak bersyarat, dalam hal ini cinta tidak bergantung pada bagaimana mereka bertindak, apakah mereka berhasil atau bersikap baik atau yang lainnya.

Mencintai anak tanpa syarat akan menghasilkan pengaruh positif dan bukan hanya sesuatu yang benar untuk dilakukan secara moral, tetapi juga merupakan sesuatu yang cerdas dan mendidik. Anak-anak perlu dicintai sebagaimana mereka apa adanya dan karena siapa mereka. Karena apabila hal itu terjadi, maka mereka dapat menerima diri sendiri secara mendasar sebagai orang baik, bahkan ketika mereka membuat kesalahan atau gagal. Karena cinta tanpa syarat ini adalah apa yang diperlukan anak-anak untuk berkembang.

Apabila orangtua menggunakan hukuman, penghargaan dan strategi lainnya untuk memanipulasi perilaku anak, mereka mungkin merasa disayang hanya jika mereka menuruti permintaannya. Pengasuhan bersyarat dapat menjadi konsekuensi dari pengontrolan, sebaliknya pengontrolan dapat membantu menjelaskan pengaruh merusak dari pengasuhan bersyarat, namun pengontrolan yang berlebihan secara umum terbukti jelas menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan mental anak dan keberhasilan mereka di sekolah.

Dalam pola pengasuhan anak yang "otoriter", orang tua yang seperti itu lebih sering menuntut daripada menerima dan memotivasi. Orangtua jarang memberi penjelasan atas aturan yang diterapkan. Orangtua seringkali mengharapkan kepatuhan mutlak dan menggunakan hukuman sesukanya, daripada memberi kebebasan kepada anak untuk berpikir sendiri.

Saatnya kita mengajak kepada semua orangtua agar mengubur dalam-dalam tujuan ambisius dan menuruti keinginannya dengan memakai cara pemaksaan dan kekerasan. Sebagai solusinya yaitu orangtua harus membangun hubungan yang hangat dan kuat dengan anak, serta memperlakukannya dengan hormat, meminimalkan pengontrolan dengan paksa, dan bila perlu memberi penjelasan yang mendidik.

Mengasuh anak dengan paksa maupun memberi hukuman tidak akan membuahkan hasil positif, karena ada beberapa dugaan dan alasan yang rasional berikut. Pertama, konsekuensi hukuman seringkali membuat marah siapapun yang menerima hukuman. Kedua, hukuman merupakan contoh penggunaan kekuasaan, misal hukuman fisik yang diberikan kepada anak-anak adalah kekejaman yaitu penggunaan kekuatan untuk menyelesaikan masalah.

Ketiga, hukuman pada akhirnya tidak efektif. Seperti yang ditunjukkan Thomas Gardon, "Akibat yang tidak dapat dihindari dari penggunaan kekuasaan yang terus menerus untuk mengontrol anak-anak ketika mereka masih kecil adalah bahwa Anda tidak pernah belajar bagaimana cara mempengaruhi, semakin anda bergantung pada hukuman, maka semakin sedikit pengaruh nyata yang akan Anda miliki dalam kehidupan mereka".

Keempat, hukuman mengikis hubungan orangtua dengan anak-anak. Karena dengan menghukum, penghukum dianggap sebagai musuh, dan membuat anak-anak kesulitan untuk menganggap orangtua sebagai kawan yang penuh perhatian, yang sangat penting bagi perkembangan anak yang sehat. Kelima, hukuman mengalihkan perhatian anak-anak dari persoalan yang sebenarnya dan membuat anak-anak menjadi lebih egois.

Dari kelima model hukuman tersebut di atas, penting menjadi pelajaran bagi semua orangtua, guru dan siapa saja yang terlibat dalam mengasuh dan membimbing anak. Dengan begitu, diharapkan kekerasan pada anak tidak terjadi lagi, karena salah proses pengasuhan.

Semoga bermanfaat. wassalam.

Terima kasih bila sobat-sobat sudi berbagi disini ... :)
baca selengkapnya- Yuk .. Kita Didik Anak Tanpa Kekerasan

Selasa

Bila Anak Kita Demam?

Masalah anak demam sering sekali ditemukan oleh banyak orang tua. Untuk kasus ini sering sekali kami temukan permasalahannya sebagai berikut:

Ketika anak sakit, orang tua panik, dibawa ke dokter, lalu diberikan antibiotik.

1-3 hari biasanya sembuh. namun hampir tiap bulan anak tersebut sakit lagi, lalu berulang:

anak sakit, orang tua panik, dibawa ke dokter, lalu diberikan antibiotik.

Apa yang salah?

Antibiotik berfungsi membunuh bakteri. sayangnya bakteri baikpun banyak yang mati. memang sangat efektif tuk penyembuhan anak flu/demam/panas/pilek/batuk, namun karena bakteri baik juga ikut mati, imun si anak lama kelamaan menjadi rapuh. lebih rentan dan mudah sakit.

cara yang bijak ketika anak sakit adalah:

Jangan panik!
Kenalilah dahulu jenis demam agar dapat mengatasinya dengan tepat.

Demam merupakan sebuah gejala atau sinyal dari tubuh. Sinyal atau reaksi yang menandakan bahwa tubuh sedang dimasuki oleh mikroorganisme yang bisa berupa bakteri atau virus.

Bila Demam Tinggi disertai Gejala Lain.
Sebenarnya jika demam tidak terlalu tinggi (dibawah 38 derajat celcius), maka sebenarnya orang tua tidak perlu panik dan tidak perlu membawa anak ke dokter.

Apalagi jika demam anak disertai dengan batuk dan pilek. Karena jika begitu, maka sebenarnya si kecil hanya terkena virus flu, dan cara mengatasinya hanya dengan banyak istirahat.

Sering kali anak sakit hanya dikarenakan faktor kelelahan. karena si anak belum memiliki ’sensor lelah’, dia hanya tahu main main dan terus main. akhirnya kelelahan, otot tegang, fungsi organ menurun, lalu sakit.

Cara paling mudah mengatasi ini adalah, istirahatkan si anak, beri madu, jika panas berikan air kelapa hijau campur madu (ulangi 3-5 kali tiap hari), peluk (dengan memeluk panas si anak pindah ke Anda) dan jika diperlukan PIJAT si anak.

Oh ya… terkadang anak justru perlu sakit, ketika sakit imun anak Anda sedang berlatih untuk menjadi lebih kuat. jadi jangan panik, ikuti langkah di atas ditambah tunjukan kasih sayang Anda kepadanya. dengan dia merasa nyaman (senang) dengan kasih sayang Anda, tubuhnya akan lebih mudah “mengobati dirinya sendiri”.

Bila Demam Tinggi Tidak disertai Gejala Lain.
Justru yang paling dikhawatirkan adalah jika demam ini tidak disertai dengan gejala lain, misal batuk dan pilek, karena jika tidak disertai gejala lain, bisa saja anak mengalami infeksi otak atau infeksi lain.

Selain itu, orang tua juga harus peka terhadap lingkungan, misalnya jika si kecil mengalami demam pada saat lingkungan musim demam berdarah, maka wajib khawatir dan memeriksakan si kecil ke dokter anak, karena ditakutkan si kecill mengalami demam berdarah.

Semoga selalu sehat dan berkah

Semoga bermanfaat
baca selengkapnya- Bila Anak Kita Demam?

Senin

Hindari Ucapan-ucapan Ini Kepada Anak-Anak KIta


Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.

Seorang anak memiliki daya serap yang tinggi terhadap lingkungan di sekitar. Karena itu, setiap orangtua ataupun orang dewasa yang berada di sekitarnya harus sangat berhati-hati dalam bersikap dan berkata-kata kepada sang buah hati.

Berikut adalah ucapan-ucapan yang sebaiknya tidak dilontarkan kepada anak-anak kita.

1) "Pergi sana! Bapak/Ibu mau sendiri!"
Kalimat semacam ini tidak jarang dilontarkan oleh orangtua yang merasa sudah keletihan sehabis pulang kerja. Namun ketika kata-kata ini kerap diucapkan pada anak, si anak akan berpikir bahwa tidak ada gunanya berbicara dengan orangtuanya karena mereka akan selalu diusir. Ucapan ini akan disimpan dalam memori si anak dan nantinya bisa ditiru olehnya ketika sudah dewasa.

2) "Anak saya..."
Ketika orangtua menyebut, "Anak saya itu penakut", si anak akan menelan mentah-mentah sebutan itu tanpa bertanya apa pun. Pelabelan buruk semacam ini pada anak-anak akan melekat dalam benak mereka seumur hidup. Dan pada akhirnya label tersebut perlahan-lahan akan membentuk pribadi si anak sesuai dengan label itu.

3) "Jangan menangis"
Kata-kata ini mirip dengan, "Jangan cengeng" atau "Nangis melulu". Bila anak-anak dilarang untuk menangis, hal ini akan memberi kesan bahwa emosi mereka tidak benar, bahwa tidak baik untuk merasa takut atau sedih. Padahal seorang anak belum mampu mengekspresikan emosinya melalui kata-kata, sehingga mereka hanya bisa menyalurkannya dengan cara menangis.

Mungkin sebaiknya kita sebagai orangtua mengatakan bahwa kita memahami perasaan sedih atau takut yang dialami si anak. Misalnya, "Ibu mengerti kamu takut masuk dalam kolam renang. Ibu janji tidak akan melepaskan kamu, Nak."

4) "Kenapa kamu tidak bisa seperti saudaramu?"
Jika diperhatikan dengan baik, banyak sekali orangtua yang membanding-bandingkan anaknya entah itu dengan saudara kandung si anak itu sendiri atau juga teman-temannya. Tapi mungkin para orangtua perlu menyadari bahwa setiap anak adalah individu yang berbeda. Mereka tentunya memiliki kepribadian tersendiri. Membandingkan anak dengan orang lain berarti orangtua menginginkan si anak menjadi pribadi yang berbeda.

Semoga bermanfaat

(Dari berbagai sumber)
baca selengkapnya- Hindari Ucapan-ucapan Ini Kepada Anak-Anak KIta
Kata Sahabat :