Panduan dan Tips Praktis Edukasi Dunia Anak agar lebih imajinatif, cerdas dan kreatif bersama Mind Mapping, Glenn Doman, Multiple Intellegence, Brain Games, Memory, Dongeng, Cerita, Puisi, Gambar, Kartun Lucu, dan lainnya.

Kumpulan Game Kreatif, Brain Games, Brain Test

Selasa

Boleh Nggak Anak Pakai Kalkulator?


Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.

Kalkulator bisa menjadi alat bantu, bisa juga membuat otak tumpul. Kapan waktu yang tepat membolehkan anak memakai alat canggih ini?

"Ma... aku pusing nih. Banyak banget PR matematikanya! Hitungannya banyak lagi. Boleh nggak, aku pakai kalkulator biar ngerjainnya cepat?" pinta Anggia (10 tahun).
"Lho, kamu kan baru kelas 4, belum boleh pakai kalkulator. Nanti otak kamu jadi tumpul kalau ngitung pakai kalkulator," jelas Samira (35 tahun).
"Yaah, Mama kuno deh. Teman-teman kalau di rumah boleh sama mamanya pakai kalkulator," sungut Angia.

***

Penggunaan alat bantu seperti kakulator sampai sekarang masih jadi bahan pertentangan. Banyak orangtua serta sekolah yang melarang muridnya membawa alat itu ke dalam kelas. Tapi ada juga yang mengizinkan. Menurut pihak yang tidak mengizinkan, mereka mengatakan kalkulator bisa berdampak negatif, misalnya anak jadi malas, dan bikin otak jadi tumpul. Anak jadi tidak berlatih berpikir dengan otaknya. Apa-apa tinggal pencet tombol kalkulator. Perhitungan penjumlahan, perkalian, pembagian, akar, pecahan, persentasi, langsung tampak di layar tanpa harus memutar otak lebih keras.

Henny Eunike Wirawan, psikolog di Universitas Tarumanagara Jakarta mengatakan, pengajaran matematika bagi kelas 1-3 baru sebatas pengenalan konsep, terutama untuk anak kelas 1. Kemudian, barulah anak diajarkan untuk memahami konsep, selanjutnya mengaplikasikan konsep. Karena itu untuk tahap awal, anak harus benar-benar kenal segala hal yang berkaitan dengan angka. Termasuk operasi matematika seperti tambah, kurang, kali, dan bagi. "Supaya bisa menguasai konsep dasar, anak harus mengerjakan sendiri tugas-tugasnya dengan cara manual, tanpa alat bantu."

Cara pengenalan secara manual ini menurut Henny lebih efektif daripada menggunakan alat bantu. Sebab kalau memakai alat bantu, anak akan dengan mudah mengalami ketergantungan dengan benda tersebut. Khususnya kalkulator. "Tanpa kalkulator, bisa-bisa anak tidak mampu mengerjakan tugasnya. Kalaupun bisa, tentunya sangat lambat, karena mereka tidak terbiasa melakukan perhitungan sederhana sekalipun. Dengan begitu potensi logika matematika anak menjadi tumpul, karena penggunaan alat bantu yang sebenarnya belum pada waktunya digunakan."

Di samping itu, terang Henny, penggunaan kalkulator di usia dini cenderung mendorong anak tidak terbiasa teliti dalam bekerja. "Kalkulator bisa saja membuat anak tidak mengerti konsep matematika. Akibatnya malah jadi tidak bisa matematika."

Tak Akan Gaptek
Jika ditilik dari segi positifnya, kalkulator bisa mempercepat proses kerja dan menghemat kertas hitung. "Anak tidak perlu menggunakan kertas coret-coretan dan berlama-lama mengerjakan tugas. Efeknya, lebih banyak kegiatan di luar mengerjakan PR yang bisa dilakukan anak," papar Pembantu Dekan III Fakultas Psikologi ini.

Namun lanjut Henny, ada baiknya kalkulator digunakan oleh anak yang lebih besar. Misal untuk anak kelas 1 SLTP atau lebih. "Anak yang lebih dewasa sudah mengenal rumus yang akan digunakan dan aplikasinya pada hitungan tertentu. Jadi penggunaan kalkulator benar-benar sebagai alat bantu, bukan sarana utama. Anak sendirilah yang menentukan perhitungan seperti apa yang harus dijalankannya."

Dalam perkuliahan sekalipun, tanpa mengerti proses perhitungan secara manual, kalkulator secanggih apapun tak ada gunanya. "Mahasiswa sekalipun mesti mengerti apa yang harus dilakukannya. Barulah, kalkulator digunakan untuk membantu proses perhitungan itu."

Mengenai kekhawatiran orangtua bahwa kalau anak tak dikenalkan kalkulator, anak jadi gaptek (gagap teknologi), Henny membantahnya. "Tak perlu khawatir si kecil dikatakan gaptek. Kecanggihan kalkulator bisa dipelajari dalam waktu cepat, asalkan hal-hal yang mendasar sudah dikuasai dengan baik."


Sempoa, Boleh Nggak?
Sempoa sudah ada jauh sebelum kalkulator ada. Hanya saja, baru mulai populer lagi belakangan ini. Penggunaan sempoa pada prinsipnya membantu anak untuk menyeimbangkan otak kiri dan kanan, agar kedua belahan otak berfungsi secara optimal.

Tapi menurut Henny, seandainya mau digunakan sebagai alat bantu berhitung, seyogyanya penggunaan sempoa dipertimbangkan kembali. Sebab fungsi sempoa mirip kalkulator. "Kecuali kalau si anak sudah sangat menguasai sempoa, sehingga bisa melakukan perhitungan cara sempoa cukup dengan menggunakan jari tangan. "Jadi, metodenya yang diadaptasi, tanpa perlu membawa alatnya ke dalam kelas." (Esi)

Wassalam.

0 komentar:

Posting Komentar

Kata Sahabat :